Kebingungan di Balik Kekuatan Pengadilan


Judul buku: The Trial
Penulis: Franz Kafka
Penerbit: GPU, Jakarta
Cetakan: Pertama, Agustus 2016
Tebal: 251 halaman

Josef K, tokoh utama di buku Proses. Karya Franz Kafka salah satu sastrawan terbaik dunia. K adalah pegawai bank yang memiliki jabatan lumayan tinggi. Ia terlibat sebuah kasus serius. Lucunya ia sendiri tidak tahu kasus apa yang sedang dihadapinya. 

Bersama komunitas Charlotte Mason Jawa Timur, buku ini dikuliti dan para peserta mengemukakan perspektif masing-masing. Aku turut menikmati perspektif mereka. Namun, sebagian mengaku jujur bahwa buku ini sulit dipahami.

Aku lega. Terus terang, aku juga pusing membaca buku ini. Saat tiba-tiba tokoh utama diawasi dua penjaga. Kebebasannya terenggut. Mula-mula ia percaya diri tidak bersalah. Tapi kepercayaan dirinya membunuhnya. Saat ia bersuara lantang menyorot jalannya persidangan. Padahal bukan persidangan dirinya. Ia menduga kelantangannya akan menguak misteri kasusnya sendiri.

Bab per bab ditulis dengan kalimat panjang. Bahkan paragraf tak terhindar dari kalimat panjang. Pembaca tulisan Dahlan Iskan akan kejang-kejang dan membaca kalimat panjang di buku itu. Alur kisahnya juga rumit. Membaca halaman-halamannya, aku rentan bosan. Boleh jadi hal itu disebabkan aku belum pernah terkait jalannya hukum di persidangan.

Pencerahan hadir saat teman-teman mengemukakan takwil atas buku ini. Konon setiap orang akan berdoa agar tidak pernah berurusan dengan pengadilan. Karena prosesnya sedemikian rumit dan melelahkan. Salah benar bisa diperjuangkan. Tergantung sudut pandang siapa. Seturut besarnya modal yang mengiringinya.

Perjumpaan K dengan pengacara kenalan pamannya menambah kerumitan hidup K. Seorang pengacara senior sakit-sakitan namun memiliki koneksi dengan beragam pegawai pengadilan. Termasuk hakim berpengaruh. Sebenarnya K tidak tertarik dengan pengacara ini. K menganggap tidak serius kasusnya. Atas dorongan pamannya, K larut dengan pengacara. Bahkan ia terlibat skandal dengan Leni, perawat sekaligus gundik pengacara dan klien-kliennya.

Makin lama konsentrasi K tersedot ke dalam kasusnya. Ia mendatangi pengadilan meskipun bukan kasusnya yang disidangkan. Percakapannya dengan dua orang yang menghadapi kasus turut membuat tegang urat syarafnya. K memiliki sikap kritis. Juga sikap koperatifnya membuat pembaca turut mengasihinya. Aku membayangkan K seorang lelaki baik-baik. Ia memiliki kesehatan pikiran yang prima dan kelembutan perasaan yang prima. Meskipun ada saat ia terjatuh dalam salah. Atas tindakan yang tidak diketahuinya  bahwa itu salah. Tapi ia lekas menyesalinya dan berani memberikan kebaikan yang berlimpah atas kesalahannya.

Perjumpaannya dengan Titorelli, seorang pelukis pegawai pengadilan, cukup terang menjelaskan kebobrokan pengadilan. Siapapun yang terlibat kasus, setidaknya akan menghadapi saat di mana bukti-bukti tidak mempan menembus pengadilan. Kemudian koneksi dengan para pegawai pengadilan memiliki dampak serius berupa pembebasan atau penjeratan kepada terdakwa. Sekali berurusan dengan pengadilan, tak kan mudah lepas dari jeratan hukumnya.

Di dua bab terakhir percakapan K dan pendeta pengadilan menarik untuk didalami. Percakapan yang mencerahkan. Seperti biasa K adalah seorang yang halus budinya. Meskipum ia tetap berani menalar kejadian yang dialaminya. Ia menghormati siapapun yang hadir dalam hidupnya. Di tengah hiruk pikuk K menghadapi kasusnya, akankah K bebas dari segala dakwaan atau justru terjerat selamanya? Silakan telusuri sendiri proses K. Selamat membaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang yang Dirindukan Nabi Muhammad

Memakmurkan Masjid