Sang Guru
Cinta yang Berpikir, Ellen Kristi, Bagian Prolog, Selesai. Seketika kegembiraanku sirna. Tidak menduga siulanku di kelas terdengar oleh Kiai Hari. Akankah aku dilempar penghapus papan? Diludahikah? Disuruh keluar kelas dan berdiri lama? Pikiran panikku menduga-duga. Saat itu aku lupa hukuman yang kuterima. Mungkin pikiranku semrawut dengan label 'aib' perempuan bersiul. Kiai Asyhari Mu'thi. Berwatak disiplin tinggi. Cintanya meluber terhadap ilmu pengetahuan. Koleksi kitab berbahasa Arabnya berderet di rak kayu jati. Di rumahnya. Puluhan buku. Di kelas, saat beliau monolog, kami murid-muridnya wajib memasang kedua telinga. Mata fokus. Mulut terkunci. Duduk tegap. Kedua tangan dilipat. Bila ketahuan ada yang mengantuk atau mengobrol, beliau akan melempar penghapus papan. Suasana kelas mencekam. Namun. Metodologi kekolotan mengajarnya tidak seluruhnya menyisakan trauma. Malah ludahnya dicari-cari. Tegurannya dinanti. Perhatiannya menjadi perburuan kami. Kami merasa