Sang Guru

Cinta yang Berpikir, Ellen Kristi, Bagian Prolog, Selesai.

Seketika kegembiraanku sirna. Tidak menduga siulanku di kelas terdengar oleh Kiai Hari. Akankah aku dilempar penghapus papan? Diludahikah? Disuruh keluar kelas dan berdiri lama? Pikiran panikku menduga-duga. Saat itu aku lupa hukuman yang kuterima. Mungkin pikiranku semrawut dengan label 'aib' perempuan bersiul.

Kiai Asyhari Mu'thi. Berwatak disiplin tinggi. Cintanya meluber terhadap ilmu pengetahuan. Koleksi kitab berbahasa Arabnya berderet di rak kayu jati. Di rumahnya. Puluhan buku.

Di kelas, saat beliau monolog, kami murid-muridnya wajib memasang kedua telinga. Mata fokus. Mulut terkunci. Duduk tegap. Kedua tangan dilipat. Bila ketahuan ada yang mengantuk atau mengobrol, beliau akan melempar penghapus papan. Suasana kelas mencekam.

Namun. Metodologi kekolotan mengajarnya tidak seluruhnya menyisakan trauma. Malah ludahnya dicari-cari. Tegurannya dinanti. Perhatiannya menjadi perburuan kami. Kami merasa mampu membaca al-Quran dengan tartil adalah hasil dari tangan besinya. Tak pernah kehabisan semangat untuk mengajak orang-orang berbuat baik. Sebagian besar penduduk kecamatan  kami mampu melafalkan bacaan shalat berkat bimbingan beliau.

Suatu hari. Saat statusku mahasiswi. Aku sowan dan mengobrol dengan beliau. Aku ingat betul bagaimana mimik muka beliau menyimak penuh penghargaan atas apa yang kusampaikan. Aku lupa sebentar status kiai dan santri di antara kami. Memang, beliau pendengar yang baik. Sekarang aku mampu memikirkan metode guruku yg keras itu. Beliau menginginkan kebaikan untuk murid-muridnya. Satu hal lagi. Beliau dengan bangga menceritakan kisah-kisah senior yang sukses di kelas. Agar kami mengambil pelajaran. Beliau tidak pernah sekalipun sedikit mengaku kesuksesan si murid berkat didikannya.

Guru merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan seseorang. Karena guru akan memberi arahan dan membimbing masyarakat mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan salah. Ada beberapa tipe guru. Guru yang menekankan kedisiplinan, kesederhanaan, pembentukan pola pikir, penggemblengan karakter dlsb.

Aku pernah patah hati. Sakit jiwa itu menghantarkanku pada dua orang guru sekaligus. Umi Syahida dan Om Bagus. Kesederhanaan Umi Syahida mampu menyihir hatiku. Saat itu, aku saksi hidup bagaimana beliau menjalani hari-hari dengan tiga bayi dengan jarak usia yg berdekatan. Wajahnya jelas menunjukkan kelelahan namun dari mulutnya tidak pernah kudengar keluhan sedikitpun. Aktifitas lain beliau, selain mengasuh tentu, adalah mengajarkan al-Quran. Menyimak hafalan santri-santri mukim dan santri-santri kalong. Juga, pernah aku mengantar beliau ke yayasan di daerah Kuningan untuk mengajar al-Quran. Beliau istri ketiga dari ke tiga madunya. Manis dan indah sekali muamalah mereka.

Beberapa bulan kemudian, kehidupan menggiringku pada kelas komunikasi public speaking, Kahfi. Selain kuliah di UIN Ciputat, aku kuliah di Kahfi selama empat tahun. Pemilik sekaligus pengajar di Kahfi adalah Om Bagus. Beliau seorang insinyur. Bukan bangunan rumah dan sejenisnya yang beliau rancang. Namun pikiran-pikiran kami menemukan pola berkat cinta dan kasih sayang beliau. Di Kahfi, kami diajarkan tidak hanya mahir public speaking. Mengenal diri sendiri; potensi kekurangan dan kelebihan, mengatur mind set, cara menjemput impian juga menjadi mata kuliah utama. Kami mendapat banyak hal di kampus tsb. Teori dan praktek berjalan seimbang. Om Bagus tidak sekedar dosen yang terikat dengan beban sks kuliah yang harus diselesaikan namun beliau sekaligus menjadi orangtua kami di perantauan. Bagaimana tidak. Beliau mengingatkan kami mengurangi keluhan. Mengedepankan berpikir afirmatif. Mengajarkan bagaimana cara mendistribusikan sebuah ide ke dalam pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Bagaimana self healing dgn metode hypnoterapi. Puncaknya, pikiran dan impian, keduanya nyata dalam pengendalianku. Aku umrah 2011, motor vario 2012, menikahi Mas Ali 2013 merupakan serentetan impian yang menggunakan kedahsyatan ilmu pikir yg diajarkan Om Bagus. Dan yang paling aku kagumi dari semua itu, kami kuliah di Kahfi gratis. Tidak dipungut biaya apapun. Luar biasa perjuangan Om Bagus.

Lambat laun. Benar apa yang disampaikan Om Bagus. "Carilah sepuluh guru yang berbeda keahliannya." Barangkali, aku pernah sukses menjalankan tugas dan peran public speaker. Namun, kebutuhan mendasarku saat ini adalah menghadapi anak-anakku. Aku mungkin pandai menggunakan beberapa suara khas dan unik ketika membacakan fabel pada anak-anakku. Dan keahlian itu kudapatkan dari kelas Om Bagus. Namun rupanya hidup seorang anak tidak melulu soal membacakan mereka buku.

Mengapa anak-anak itu ngeyel? Ahli debat? Ahli siasat? Pintar merusak apapun tapi saat yang bersamaan enggan merapihkan? Mengapa mereka mudah sekali menangis? Mengapa energi mereka tidak pernah habis? Mengapa mereka mudah bertengkar, sesaat kemudian berdamai? Mengapa mereka enteng meminta mainan, lagi dan lagi, kemudian untuk dihancurkan? Mengapa cinta mereka begitu tulus? Mengapa mereka tidak mampu menyembunyikan emosi negatif maupun positif? Mengapa mereka susah makan? Mengapa mereka lebih suka makan permen daripada sayuran?

Sederet mengapa itu yang memperkenalkanku pada Charlotte Mason. Sang guru yang tidak mengejar imbalan sertifikasi. Jiwanya melayang-layang di senyuman anak didiknya. Ia adalah pendidik yang visioner. Ia tidak tertarik untuk membentak atau memasang wajah yang penuh lipatan terhadap siswanya. Ia hanya peduli pada kedalaman dan kekayaan spiritual tak terbatas pada anak.

Charlotte Mason lahir di Inggris pada tahun 1842 dari seorang ayah yang lanjut usia dan ibu yang sakit-sakitan. Mason muda telah mendedikasikan pilihan hidupnya pada pendidikan. Seorang visioner yang banyak berfilsafat, bekerja dan merenung, membaca untuk menulis, menguji teori di dalam praktek. Yang semuanya itu menghasilkan a working philosophy of education, sebuah filsafat pendidikan yang tidak hanya sempurna pada teori,  tapi mampu dipraktekkan dan efektif menyingkapkan segenap potensi fisik, intelektual, mental, dan spiritual semua anak. Sehingga tidak ganjil bila moto hidupnya adalah: for the children's sake, semua demi anak-anak.

Home Education, Parents and Children, School Education, Ourselves, Formation of Character, dan Towards A philosophy of Education merupakan enam volume buku pendidikan yang ia susun sendiri konsep-konsepnya. Pemikiran Mason disambut baik oleh masyarakat dan pemerintah Inggris. Dengan gaya belajar ramah anak: jam belajar singkat, tanpa hafalan garing, tidak ada pe er, mata pelajaran variatif, banyak praktek prakarya, apresiasi seni dan budaya, menjelajah alam dan bermain bebas yang teratur setiap siang sampai sore adalah metode pendidikan yg jauh berbeda dari kebanyakan sekolah masa itu (dan tentu saja masa kini). Sebab inilah aku jatuh cinta dengan Charlotte Mason.

Yang paling aku kagumi dari Mason adalah pikiran terstrukturnya dan jiwa sosialnya yang tinggi. Ia tidak hanya mengarang sebuah filsafat pendidikan beserta pelaksanaan dari teorinya itu. Sempat juga ia mendirikan sekolah bagi guru privat dan siapa saja yang tertarik mengajar di sektor pendidikan. Namun tidak semua keluarga Inggris saat itu mampu membayar guru privat atau berdomisili di daerah yang memiliki sekolah. Mason memprakarsai sistem pendidikan rumah dengan cara korespondensi. Anak-anak menjadi siswa jarak jauh. Kemudian kurikulum, petunjuk belajar dan buku bacaan terbaik dari para penulis dan sastrawan hebat yang Mason temukan dikirimkan untuk dipelajari di rumah bersama orangtua masing masing. Narasi menjadi alat evaluasi proses belajar ini. Tidak ada nilai, tidak ada peringkat, semua narasi akan dibaca dan dikomentari.

Hasil dari sistem korespondensi ini mengejutkan Mason sendiri. Para siswa yang terdiri dari anak-anak buruh tambang menunjukkan kemampuan luar biasa untuk memusatkan perhatian, cinta belajar, ketajaman berpikir dan membaca buku-buku kelas tinggi. Benar kata Mason. Jiwa anak selalu menunggu untuk dibangunkan. Tak peduli apapun ras, strata sosial dan gendernya.

Charlotte Mason meninggal dalam tidurnya, di usia 81 tahun dalam kondisi pemikiran yang tajam, ingatan jernih dan jiwa yang tidak pernah lelah dalam menawarkan kebijaksanaan dan kasih sayang. Terima kasih, Oma Charlotte Mason. Fisikmu tidak bersama kami. Namun jiwamu akan selalu dekat dengan kami.

Demikian uraian beberapa guru yg mana aku siap membuka tutup 'botol'ku. Dengan harapan tetesan air dari mereka menghilangkan dahaga pencarian dan pertanyaan-pertanyaanku. Tanpa guru aku akan kesulitan mencari petunjuk kehidupan yg baik. Insya Allah, narasi ini, salah satu pembuktian kesabaran dan rasa penasaran pada anak-anakku. Dengan harapan anak-anak yang seumur hidup mencintai proses belajar dan menghormati kehidupan. Menjadi pribadi yang digelimangi ide-ide mahabesar dan karakter luhur. Mohon doanya bagi yang sempat membaca narasi ini. Semoga aku, kami, kita selalu di setapak jalan ini. Amin.


Gambar mungkin memiliki hak cipta. Hanya, aku belum tahu cara mencantumkan penciptanya. Hehe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang yang Dirindukan Nabi Muhammad

Memakmurkan Masjid

Enam Butir Pertama Filosofi Pendidikan Charlotte Mason