Memakmurkan Masjid

Memasuki bulan Ramadan umat Islam berlomba-lomba untuk mendekatkan diri kepada Allah. Salah satu cara untuk mendekat kepada Allah ialah beribadah dengan penuh keikhlasan di masjid. Masjid merupakan rumah Allah di muka bumi. Mereka yang memakmurkan masjid merupakan keluarga Allah. Apakah kita bagian dari keluarga Allah?
Dalam QS. Al-Taubah/9: 18 Allah telah mengidentifikasi siapa yang akan memakmurkan masjid. Mereka itu adalah:

  1. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian
  1. Orang yang menegakkan shalat
  1. Orang yang menunaikan zakat
  1. Orang yang tidak takut pada apapun kecuali kepada Allah

Artinya: "Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakn shalat, menunaikan zakat, dan tidak kepada (apapun) kecuali Allah. Maka mudah-mudahan mereka mendapatkan petunjuk." QS. Al-Taubah/9: 18.

Berdasarkan ayat di atas, Al-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang yang beriman adalah mereka yang mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukanNya dengan apapun. Syirik (menyekutukan) dapat dimaknai dengan apapun atau siapapun yang menjadi penghalang/tabir untuk ma'rifatullah (mengenal Allah). Sebagai missal, Hand phone mampu menjadi sekutu bila pemakainya terbuai dan melupakan beribadah pada Allah; kecintaan kita pada harta, anak, pasangan tidak boleh meninabobokkan untuk taat pada Allah.

Kemudian yang dimaksud shalat pada ayat ini adalah menegakkan shalat lima waktu di masjid, sedangkan yang dimaksud membayar zakat adalah memberikan sebagian harta miliknya dengan niat tunduk pada perintah Allah. Ciri lain orang yang memakmurkan masjid adalah mereka yang tidak menyembah kecuali Allah. Mereka yang memiliki ciri-ciri yang telah dijelaskan oleh ayat ini, di sisi Allah mendapat petunjuk kebenaran dan memperoleh pahala. Mereka orang beruntung yang mendapat syafaatNya.

Berkaitan dengan keistimewaan masjid Rasulullah saw. bersabda:


Artinya: "Negara yang paling Allah cintai adalah negara yang terdapat banyak masjid. Negara yang paling Allah benci adalah negara yang paling banyak pasarnya." H.R. Muslim.

Al-Qurthubi berkata: "Firman Allah dalam surat al-Taubah ayat 18 merupakan dalil yang menunjukkan bahwa mempersaksikan orang-orang yang memakmurkan masjid dengan keimanan adalah (persaksian yang) benar, karena Allah mengaitkan keimanan dengan perbuatan (terpuji) ini dan mengabarkan tentangnya dengan menegakkan perbuatan ini. Salah seorang ulama Salaf berkata: Jika engkau melihat seorang hamba (yang selalu) memakmurkan masjid maka berbaik sangkalah kepadanya.

Kemudian apa benang merah QS. al-Taubah: 18 dengan keistimewaan orang yang memakmurkan masjid? Rasulullah saw. menasehati kita untuk memberikan saksi bahwa orang yang memakmurkan masjid adalah ahli iman.
                                                                                
Artinya: "Jika engkau melihat seorang hamba yang selalu mengunjungi masjid maka persaksikanlah keimanannya”. H.R. Imam Ahmad dalam musnadnya.

Tentang fungsi masjid, pada zaman Rasulullah masjid memiliki banyak fungsi. Di antaranya: tempat berkumpul umat, untuk menentukan strategi perang, tempat pelayanan kaum dhuafa’. Masjid memiliki fungsi keagamaan dan sosial.

Ustad Abu Hurairah, salah satu tokoh agama masjid Babussalam, Lembah Pinus Sasmita, mengingatkan kepada jamaah masjid Babussalam agar kami selalu berjama’ah. Beliau menyebutkan hadis Rasul:

“Sesungguhnya setan itu serigala bagi manusia, seperti serigala bagi kambing. Ia akan menerkam kambing yang keluar  dan menyendiri dari kawanannya. Karena itu, jauhilah perpecahan, dan hendaklah kamu bersama jama’ah dan umat umumnya.”

Sebagian besar aktivitas hidup Rasulullah saw. berada dalam kebersamaan. Mulai dari shalat wajib yang tidak pernah tertunaikan kecuali dalam kebersamaan, hingga pada soal makan. Karena dari kebersamaan, ada keberkahan.

Syarat keberkahan dalam kebersamaan ada dua: beriman dan bertakwa. Allah swt. berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 96. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi….”

Kemudian Ustad Abu, demikian kami warga Pinus memanggil beliau, mengingatkan jamaah untuk selalu menautkan hati pada masjid. Bila tidak ada orang di masjid, maka niat kita berdiam diri, sendirian, akan menyelamatkan diri dari kemaksiatan. Lalu Ustad Abu memunculkan pertanyaan, “Mengapa masih ada yang mencuri di masjid?” Pertanyaan ini beliau susul dengan jawaban, “Tiap perbuatan tergantung pada niat. Jangankan di Babussalam, di masjidil haram pun banyak orang yang mencuri. Niat kita akan menjadi dasar penting dari sebuah perbuatan.”

Tak lupa Ustad Abu mengingatkan untuk menyisihkan sebagian rizki jamaah demi pemugaran masjid Babussalam. Beliau menyebutkan pula hadis tentang siapa yang paling utama untuk bersedekah.



Artinya, “Seseorang bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhol?” Beliau menjawab: “Kau bersedekah ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi loba, kau sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai di kerongkongan, kau baru berpesan :”Untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian.” Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhari).

Betapa detilnya Nabi saw. menggambarkan ciri orang yang paling afdhol dalam bersedekah. Sekurangnya kita temukan ada empat kriteria: (1) Dalam keadaan sehat lagi loba alias berambisi mengejar keuntungan duniawi; (2) dalam keadaan sangat ingin menjadi kaya; (3) dalam keadaan sangat khawatir menjadi miskin dan (4) tidak dalam keadaan sudah menjelang meninggal dunia dan bersiap-siap membuat aneka wasiat soal harta yang bakal terpaksa ditinggalkannya.

Mohon doanya, Innalillahi wainna ilaihi raji’un. Telah meninggal dunia orangtua dari Ibu Lia RT 01 RW 23, salah satu jamaah Babussalam. Semoga amal ibadah almarhum diterima Allah swt. Dosa almarhum diampuni Allah swt. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang yang Dirindukan Nabi Muhammad

Bermain di Kamar