Prakata Pendidikan Rumah

Belakangan animo orangtua untuk mempelajari homeschooling semakin tinggi. Ada yang sekedar ingin tahu. Ada yang benar-benar ingin memindahkan pendidikan formal anak ke informal (homeschooling). Melalui webinar demi webinar, pelaku homeschooling seperti mendapat kesempatan emas untuk mengenalkan diri, baik dari segi legalitas maupun kurikulum yang telah mereka terapkan. Di balik keriuhan ini, jelas ada kegelisahan berjamaah dalam membincangkan sistem pendidikan di negeri tercinta; Indonesia. Ada semacam ketidakpuasan di hati orangtua yang anaknya terpaksa melakukan pembelajaran jarak jauh. Seperti anak dan orangtua stress, sementara ada tuntutan tinggi kepada guru dan sekolah. Lantas solusi apa yang mampu mendamaikan kekacauan hati orangtua, anak dan sistem sekolah ini?

Sistem sekolah formal kita memang mengambil aliran yang mementingkan pendidikan yang bersifat utilitarian. Sekolah hanya menghasilkan anak didik yang siap kerja di dunia industri. Hasil didikan yang hanya siap sukses meraup materi. Tetapi mereka mematisurikan kebutuhan-kebutuhan yang esensi. Seperti tahan banting saat menghadapi masalah. Mengatasi depresi saat gagal melanda. Berdaya dan bermanfaat di tengah masyarakat. Mengabdi kepada Allah SWT melalui perintah dan laranganNya. Dlsb.

Semua ini terjadi lantaran para ahli pendidikan memiliki pendapat yang tidak utuh dalam melihat esensi pendidikan. Yang satu mengatakan, kesuksesan hanya bisa teraih lewat pelajaran sains. Yang lain, berpendapat sekolah kejuruan penting untuk melatih keterampilan mata dan tangan. Akhirnya pendidikan bersifat teknis. sedangkan menurut ahli lain, sastra dan sejarah sebagai media menuliskan kisah sendiri. Tak satupun dari mereka bersepakat atas filosofi pendidikan yang sejati. Padahal, suatu pemikiran pendidikan yang dangkal tidak akan pernah menyentuh keluhuran akal budi anak didik, bukan?

Charlotte Mason menawarkan hukum kemerdekaan dalam pendidikan. Sebuah hukum yang luwes, tidak kaku atau terkotak-kotakkan ke dalam sejumlah fakultas disiplin ilmu, mengakui hal-hal baik dan benar tanpa batas, tetapi tidak boleh digunakan secara berlebihan atau berat sebelah, mengabaikan hukum yang lainnya, yakni hukum yang mampu menyentuh setiap aspek kehidupan anak didik, terus-menerus, bersifat progresif dan tidak ada ujungnya, kecuali telah mencapai kematangan jiwa. Dalam hukum itu, ketika kematangan jiwa tercapai, ia mampu membenarkan apa yang disampaikan oleh beberapa filosof Jerman yang disebut Charlotte, seperti Kant, Herbart, Lotze dan Froebel,  bahwa puncak pengetahuan adalah mengenal Tuhan. Sebuah pengetahuan yang menjadi dasar (lantaran sangat bijak dan benar) dari dua pengetahuan; pengetahuan tentang alam dan pengetahuan tentang manusia. Barangkali kita bertanya, bagaimana bisa mengajarkan pengetahuan Tuhan kepada anak sementara orang dewasa menemukan kesukaran dalam mengenalNya?

Perlunya menemukan filosofi pendidikan, yang memuat ide sentral dengan berbagai program, akan memiliki dampak positif pada wajah pendidikan. Filosofi ini perlu segera dirumuskan. Sebuah filosofi pendidikan yang menjadi penghubung dengan kehidupan nyata, terintegrasi dengan siklus kehidupan seperti kelahiran, pernikahan dan karir. Dan filosofi pendidikan yang interkoneksi ini akan memiliki dampak bagus dan mendorong pelajar untuk memiliki relasi dengan berbagai bidang yang berbeda dan memiliki minat di banyak hal. Tugas pendidik adalah untuk memastikan minat pengetahuan yang luas pada pelajarnya sehingga pelajar siap sedia ditempatkan pada semua bidang kehidupan. 

Selama ini dunia disuguhi pribadi-pribadi yang terbelah. Misalnya shalih secara pribadi, dan jahat kepada komunal. Hari ini korupsi, bulan depan naik haji. Naif sekali. Untuk menghapus dosa sosialnya, dia pikir cukup minta ampun sama tuhannya (Tuhan mana yang akan mengampuni koruptor, kalau bukan tuhan yang diciptakan si koruptor itu sendiri).

Dunia terlalu kompleks dan rumit. Maka dari itu penghuninya membutuhkan sebuah pengetahuan yang luas untuk menjahit sebuah hubungan dengan beragam eksistensi, sehingga menghasilkan sebuah pakaian yang tidak hanya sedap dipandang tapi juga fungsional dalam segala situasi dan kondisi. Pakaian yang bisa dikenakan di acara apapun. Apakah angan-angan pengetahuan yang luas ini terlalu sukar direalisasikan? 

Charlotte Mason merumuskan dan membantu pendidik dalam mewujudkan misi idealis ini dengan cara memandang anak sebagai pribadi yang utuh, sama utuhnya dengan orang dewasa yang memiliki beragam hasrat materi (syahwat) dan immateri (hawa nafsu). Seperti orang dewasa, anak memiliki hasrat alami akan pengetahuan. Hasrat untuk diakui. Hasrat menonjol untuk mendapat perhatian. Hasrat berkompetisi dlsb. Hasrat-hasrat itu merupakan modal untuk menjadi siapa mereka kelak. Maka tugas pendidik adalah mengembangkan hasrat baik (seperti rasa cinta yang alami pada pengetahuan) dan menekan hasrat-hasrat yang mematikan kemerdekaan mereka dalam menjalani peran sebagai manusia. Seperti hasrat berkompetisi pelajar yang difasilitasi sekolah dengan sistem ranking. Pelajar diarahkan untuk mematikan hasrat alamiahnya akan cinta pengetahuan. Dan belajar hanya dengan niat rendah. Untuk memuaskan egonya.

Pandangan tentang pribadi utuh anak ini sangat cocok dengan natur pendidikan. Pendidikan seharusnya adalah tentang menjalin relasi dengan beragam disiplin ilmu. Pelajar didorong untuk membangun relasi sebanyak dan sekokoh mungkin dengan  dirinya, alam sekitarnya dan pikiran (ide-ide) yang dihasilkan dari pemikir serius dan idealis. Pendidikan sebagai ilmu hubungan ini bertujuan untuk melahirkan manusia ensiklopedis yang memiliki banyak minat dan pengetahuan. Alangkah sedap bila dunia dipenuhi manusia-manusia ensiklopedis ini di mana dia mampu menguasai satu bidang secara mendalam, namun bidang-bidang yang lain juga tidak dia tinggalkan. Ketika dia memutuskan perkara penting, dia akan mempertimbangkan beragam jenis pengetahuan yang bercokol di kepalanya. Sehingga kesalahan bisa diminimalkan. Bukan berdasarkan pengetahuan sempit yang merugikan banyak pihak.

Sistem pendidikan yang memandang anak sebagai pribadi yang utuh dan mendapat jamuan pengetahuan yang beragam serta terhubung satu sama lain akan menghasilkan anak didik yang bisa mengendalikan hasrat dan keinginannya. Ia akan dipandu oleh kehendak Tuhan yang akan membimbing dirinya, dan mengetahui jalan hidupnya kelak tanpa merugikan orang lain dan alam. Rasanya, sistem pendidikan yang utuh itu bisa menjawab keresahan orangtua akan sistem pendidikan yang berlaku saat ini, yang dalam banyak hal gagal menciptakan pribadi-pribadi mulia, yang penuh pengabdian pada Tuhan, manusia, dan alam. 


Saya mengulang kembali kajian volume 1 Charlotte Mason ini dgn grup baru yang dipandu kawan baik, Asrie, bersama kawan-kawan lama dan baru yang asyik. Diskusi perdana kemarin sore semakin memperkaya sudut pandang saya dalam menyelami alam pemikiran Charlotte Mason. Alhamdulillah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang yang Dirindukan Nabi Muhammad

Memakmurkan Masjid

Bermain di Kamar