Pentingnya Pendidikan Karakter

Alkisah ada tetangga saya lulusan SMK favorit di kota yang dekat dari tempat tinggal kami, Tangerang Selatan. Ia mendapat pekerjaan sesuai dengan jurusan dan minatnya, di daerah Jawa Timur. Ia mengalahkan puluhan pelamar. Kabar baik, ia bekerja sekaligus kuliah pada akhir pekan. Selain senang menekuni ilmu yang sedang ia geluti, motivasinya untuk kuliah adalah demi mencapai hasrat untuk mempercepat jenjang karirnya. Namun ia memiliki karakter yang kurang mendukung, yakni ketidakbetahan menghadapi persaingan di tempat kerja dengan sesama karyawan. Akibatnya, ia memutuskan berhenti bekerja dan kuliah, untuk akhirnya kembali ke Tangerang Selatan, tanpa tujuan jelas dan sekarang menjadi pengangguran.

Kisah lain saya temukan ketika anak kedua saya dirawat inap di RSUD Tangsel. Saat itu saya mengobrol dengan OB yang berkuliah di Universitas swasta yang sewilayah dengan RSUD. Saya senang bukan kepalang mendengar kisahnya sehingga saya mendengarkannya dengan seksama. Saya hormat pada orang yang berjuang untuk hidupnya. Namun sayang, alasannya untuk kuliah hanya sekedar ingin menaikkan karir pekerjaannya dari OB menuju kepala staf personalia. "Mengapa tidak sekalian berkeinginan menjadi kepala rumah sakit ya?" Tanyaku, He he.

Kedua kisah di atas adalah cerminan dari wajah pendidikan kita dewasa ini, yang tidak mampu membuat para siswanya memiliki target dan cita-cita hidup yang tinggi. Padahal sering kita mendapati wejangan dari para orangtua dan tokoh masyarakat agar kita menggantungkan cita-cita setinggi langit.  Dalam wejangan itu ada pesan bahwa jika kita punya tekad tinggi dan bekerja keras, alam sekitar akan mendukung kita untuk mewujudkannya.

Di Inggris abad ke-19, pernah lahir seorang tokoh pendidikan yang menegaskan bahwa siswa hanya membutuhkan dua capaian dari rangkaian pendidikannya; yaitu bagaimana terampil bekerja untuk mencari nafkah dan bagaimana berperilaku sebagai warga negara yang baik. Charlotte Mason, seorang ahli pendidikan yang berbasis karakter, menyanggah pandangan sang tokoh itu dan mengganggap capaian seperti itu merupakan bentuk dari merendahkan pengetahuan dan penyebab kecacatan yang mengganggu kinerja guru. 

 Tokoh ini gagal melihat bahwa profesi dan tugas akan ditunaikan berbanding lurus dengan kualitas pribadi seseorang; makin luhur pribadi tersebut sebagai manusia, makin bernilai karyanya dan makin bertanggung jawab perilakunya.”

Pengucilan ilmu humaniora (atas dasar efisiensi) mempunyai andil besar dalam merusak wajah pendidikan kita. Kita perlu gelisah dan bertanya mengapa ilmu humaniora diremehkan? Bahkan ada candaan penghapusan ilmu ushuluddin dan filsafat di UIN. Boleh jadi ilmu humaniora tidak mampu menghasilkan uang secara instan. Barangkali pikiran manusia terlalu terpusat pada penemuan sains yang mengundang decak kagum semua kalangan. No way! Charlotte meyakinkan kita pentingnya ilmu humaniora untuk disertakan dalam kurikulum pendidikan. Sebab untuk membuat para siswa menjadi pribadi baik dan warga negara yang baik, mereka harus memahami diri sendiri dan memahami satu sama lain, yang hal itu diperoleh melalui pengembangan studi ilmu humaniora.

Menyingkapi dunia pendidikan yang hanya berorientasi pada ketrampilan kerja, Charlotte mengemukakan kritik pada lemahnya daya perhatian siswa. Menurutnya, menemukan bahan ajar yang secara ajaib mampu membuat siswa menyerap sebagian besar ilmu bukanlah solusi inti. Memang bagus bila hal itu tercapai. Tetapi lebih dari itu ada hal yang prinsipal dan vital. Yaitu belajar dengan perhatian penuh akan membuat siswa menjadi mandiri dengan pikirannya sendiri. Betapa bahagianya siswa yang mampu menyuruh diri sendiri untuk fokus hingga ia paham dengan yang ia baca. Ia menggunakan otoritas tertinggi dalam dirinya atas kekuasaan untuk mengkomando diri sendiri. 

Saya pernah berada di dalam situasi tak bisa menjadi komando atas diri sendiri. Saya memiliki kebiasaan tidur larut, pukul 00.00. Mudah ditebak. Shalat subuh telat. Kebiasaan buruk ini diperparah memegang gawai hingga bosan dan capek. Astagfirullah. Jadual sarapan molor. Saya kelelahan fisik dan mental. Sehingga ketika anak saya menunjukkan tanda tantrum, saya duluan yang tantrum. Bosan dengan keadaan nirfaidah itu saya mengubah kebiasaan. Bangun pagi. Baca buku, belanja dan memasak baru pegang hp. Apa saya menemui kesulitan? Tentu saja iya, iyes banget. Malah kadar kesengsaraan mengubah kebiasaan lama menuju kebiasaan baru lebih besar daripada pengalaman patah hati 2012 lalu. Untung saya segera move on menikah dengan Mas Ali. He he. Saya juga harus berguru ke Mbak Ayu Primadini dan Mbak Arum Wulandari dulu untuk membantu merapihkan data-data mental saya yang kusut. Sedikit demi sedikit, saya menikmati kebiasaan yang baru saya bangun. Sungguh senang menjadi tuan bagi diri sendiri.

Saya memiliki kisah menarik soal efek positif kemandirian anak dalam belajar konsentrasi penuh. Ivy, putri salah satu kawan diskusi Charlotte Mason Jakarta dan Tangsel, menangis tersedu sedu ketika tahu bahwa dirinya tidak bisa mengikuti nature study pada hari Minggu untuk mengamati kupu-kupu. Padahal Sabtunya dia telah dipuaskan oleh kakak-kakak pembimbing Himakova IPB jurusan Kehutanan Konservasi Alam dan Ekowisata melalui kegiatan biodiversitas. Sabtu itu dia mengamati ular dan binatang lainnya hingga larut malam, kalau tidak salah hingga pukul 23.00 lebih. Hal yang sama juga menimpa Reyna, putri kawan diskusi Charlotte Mason Tangsel. Bahkan Reyna berniat membatalkan pertandingan Taekwondo-nya demi mengikuti kegiatan biodiversitas Himakova IPB.   

Selanjutnya, salah satu tujuan utama dari pendidikan menurut Charlotte adalah education is liberation for all. Maksud dari pendidikan merdeka bagi semuanya yaitu pendidikan mampu membentuk tautan-tautan antar kelas sosial, yang kaya dan miskin, elit dan masa, suatu jalinan simpati kuat karena adanya kesamaan pengetahuan.

1440 tahun lalu, telah ada bukti dari hilangnya sekat-sekat masyarakat berkat pendidikan merdeka bagi semuanya. Bilal bin Rabah ra, meski seorang budak asal Ethiophia, mendapat jaminan masuk surga tanpa hisab (perhitungan) dari Nabi Muhammad saw. Berkat keteguhannya dalam memegang pengetahuan akan keesaan Allah swt, Bilal ra mendapatkan kemuliaan tersebut. 

Peristiwa lain saat Allah swt Mewahyukan kepada Nabi Muhammad saw untuk menikahi Zainab binti Jahsy, janda dari Zaid bin Haritsah, maula (budak) yang telah dimerdekakan dan diangkat anak oleh Nabi Muhammad saw. Di sisi lain, Zainab mewarisi trah bani Hasyim, kabilah termulia di Quraish. Allah swt sedang mendidik dan memberitahu orang mukmin melalui kisah cinta segitiga yang rumit itu. Allah swt hendak mengajarkan nilai persamaan, mendobrak anggapan tradisi Arab yang menyamakan anak angkat dengan anak kandung. Juga pendidikan Islam membuat Zainab dan Zaid setara. 

Bayangkan. Zaid merupakan anak angkat kesayangan Nabi Muhammad saw. Zaid juga sangat mencintai ayah angkatnya. Saat dilema ini terjadi, kaum munafiq siap menggoreng isu apapun yang terjadi dalam kehidupan sang nabi. “Seorang ayah kok menikahi mantan istri anaknya.” Menurut saya kisah  epik ini menjadi petunjuk bahwa visi tertinggi pendidikan harus dilandaskan pada amaran Tuhan, pendidikan dibangun di atas ketaatan tertinggi pada Tuhan.

Sebagai penutup dari narasi kali ini, dengan penuh kesadaran saya berguru pada Charlotte Mason, seorang Kristen taat, untuk membantu merumuskan visi dan misi pendidikan keluarga saya. Boleh jadi pilihan saya akan dianggap keliru. Mengapa tidak berguru pada tokoh Muslim saja? Memang ada pemahaman dalam tata cara menimba ilmu, yaitu harus memiliki jalur periwayatan yang sampai kepada Nabi Muhammad saw. Namun saya menafsirkan, tokoh sentral dalam Kristen, Nabi Isa as, adalah salah satu nabi yang wajib Muslim imani dan taati. Jadi secara tidak langsung, saat ini saya sedang menapak di jalannya Nabi Isa as melalui jalur sanad (transmitter) Charlotte Mason. Education is Liberation for All, termasuk di dalamnya guru dan murid lintas agama. Wa Allahu A’lamu.
Bersambung.....



Keterangan foto: Diskusi Cmers Ragunan di salah satu taman di Pasar Minggu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang yang Dirindukan Nabi Muhammad

Memakmurkan Masjid

Bermain di Kamar