Muhammad Sang Pembebas
Campur aduk rasanya emosi ini menyusuri lembar demi lembar dari perjalanan kisah perjuangan Nabi Muhammad saw dalam mengemban amanah sebagai seorang nabi dan rasulullah. Hidupnya untuk orang lain. Pikirannya selalu dia arahkan untuk keselamatan jiwa manusia di hadapan Allah swt kelak. Akhlaknya membumi. Dialah manusia yang paling manusia. Sehingga dia mengarahkan seluruh jiwa dan raganya untuk membimbing kemanusiaan agar tetap terjaga. Dia berani mempertaruhkan kenyamanan hidupnya demi membebaskan manusia dari perbudakan. Tidurnya tidak pernah tenang. Memikirkan jalan keluar menuju kemuliaan bersama.
Aku senang membaca kalimat demi kalimat karya Abdurrahman asy-Syarqawi ini. Sejarah dibalut roman. Kalimatnya tidak biasa. Aku seperti menyaksikan adegan rasulullah saw dikhianati oleh pasukannya sewaktu perang Uhud. Kemaluanku pilu saat Sayyidah Sumaiyyah menghembuskan nafas terakhirnya akibat ulah Abu Jahal, kekasihnya, yang menusuk kewanitaannya dengan tombak. Dia menuduh Sayyidah Sumaiyyah tersihir oleh ketampanan Rasulullah saw setelah mendengar penyampaian Sayyidah Sumaiyyah perihal budi pekerti Rasulullah saw. What a bless! Matur nuwun, Mbak Irma, sudah berbaik hati meminjamkan bukunya.
Rasulullah saw diutus kepada umat yang keras kepala. Berani mati. Mereka suka memperbudak manusia. Hobi membungakan uang. Penyembah berhala dan kesenangan dunia. Mereka hidup dengan kesukuan yang kuat. Menyukai peperangan bahkan dengan sebab yang sangat sepele. Bila saat tiba perang harus terjadi, mereka membawa seluruh kekayaan, istri, anak dan keluarga. Siapa suku terkuat, mereka akan banyak mengumpulkan harta rampasan perang. Kekayaan, hewan ternak, kuda perang, anak dan wanita yang siap dijadikan budak untuk mengumbar nafsu. Mereka telah sempurna mencecap kesenangan dunia.
Perjalanan dakwah Rasulullah saw di Makkah dan Madinah, merupakan rangkaian penaklukan hasrat-hasrat manusia. Baik berupa hasrat materi (syahwat) maupun hasrat immateri (hawa nafsu). Adalah Makkah menjadi arena pertandingan hasrat materi. Di sana syahwat diumbar sedemikian rupa. Mula-mula berhutang. Lalu tidak mampu membayar. Anak dan istri menjadi taruhan. Sang juragan berkuasa penuh atas tubuh anak dan istri yang digadaikan. Tidak hanya untuk melayani syahwat juragan tapi juga teman-temannya. Mereka juga dipekerjakan. Tuak dan nyanyian menjadi kawan akrab seharian. Itulah sistem kehidupan di Arab. Diatur dalam undang-undang. Siapa melanggar, siap-siap jiwa taruhannya. Si kaya makin kaya. Mereka menghisap darah dan jiwa si miskin. Si miskin jangan ditanya. Mereka tidak berhak merdeka, bahkan jiwanya.
Tidak ada yang kekal di dunia ini. Meski hasrat syahwat menjanjikan pesonanya. Syahwat menjadikan indah apa-apa yang disukai manusia. Dalam al-Quran surat Alu Imran ayat 14 menginformasikan daftar kecintaan manusia yaitu: wanita, anak-anak, kekayaan yang melimpah seperti emas, perak dan kuda-kuda yang baik, dan hewan-hewan ternak, serta sawah dan ladang. Siapa yang menggenggam kekuasaan dialah yang paling banyak memiliki kesempatan untuk mengumbar 'keindahan' pesona syahwat (hasrat materi). Siapa yang lemah, dialah sasaran empuk untuk melepaskan syahwat yang tak terkendalikan.
Namun demikian, sebejat-bejatnya moral selalu ada celah harapan untuk memperbaikinya. Allah swt menjaga hati-hati yang bersih untuk menerima kebenaran dan mencela segala bentuk kebejatan. Meski ia dipaksa keadaan menjadi bagian dari pelepasan syahwat. Alkisah, Sayyidah Sumayyah mendapat kebebasannya melalui agama Rasulullah saw. Dia adalah perempuan yang sangat cantik. Dia tinggalkan semua laki-laki yang gila kepadanya. Salah satu laki-laki itu adalah Abu Jahal. Para bangsawan Quraish menyeret dan memukulinya di padang pasir. Dia dipukuli hingga pingsan. Mereka terus memaksanya untuk melepaskan keyakinan barunya. Mereka melupakan malam-malam yang pernah mereka lalui bersama Sayyidah Sumayyah dalam kehangatan dan gejolak syahwat. Mereka rela menggeletakkan tubuh gemulai itu demi mencapai hasrat tertingginya, yaitu berkuasa. Sayyidah Sumaiyyah menjemput ajalnya di tangan salah satu mantan kekasihnya, Abu Jahal. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Ya Allah, mohon tutup usia kami dengan akhir yang baik. Amin.
Keindahan syahwat selanjutnya terjadi saat masyarakat Quraish mengirim delegasi khusus ke Raja Habsyi untuk mengembalikan masyarakat muslim Quraish yang tinggal di negeri sang raja. Di antaranya terdapat Amr ibn al-Ash (politikus adiluhung Quraish) dan Amar ibn Walid (pemuda paling tampan di suku Quraish). Amr ibn al-Ash baru saja menikahi perempuan cantik dan dia tidak sanggup berpisah dengannya. Sehingga istrinya dia ajak menuju Habasyi. Di tengah perjalanan, istri Amr mengajak ngobrol Ibnul Walid. Si istri terpikat. Lalu dia mencecap surga dunia melalui Ibnul Walid. Si istri enggan ke Amr kecuali dia diijinkan berpoliandri dengan Ibnul Walid. Astaghfirullah. Bau noda itu tercium lebih dulu oleh Raja Habsyi dan imigran muslim. Muslim mengingatkan Amr ibn al-Ash, hanya agama Muhammad ibn Abdullah yang melarang keras perzinahan. Delegasi khusus itu tidak membawa kesepakatan politis apapun dari Raja Habsyi. Allahu Akbar!
Di mana sang rasul? Di mana pertolongan Allah swt terhadap manusia-manusia yang amat butuh kebebasan ini? Rasulullah sedang menjalani kepedihan dan takdirnya terlebih dahulu. Setelah dia tidak mendapat tempat di Makkah tanah tumpah darahnya, bahkan untuk bernafas dia sesak, dia menuju Thaif. Apakah atas petunjuk Allah dia ke sana? Wallahu A'lamu. Yang pasti dia tidak tahu akan dilempari batu. Oleh? Ya budak-budak yang justru akan dibebaskannya. Budak-budak itu mendapat hasutan dari tuannya bahwa Muhammad ibn Abdullah akan memporak-porandakan tatanan sosial yang berlaku. Dia akan memisahkan anak dari bapaknya. Dia akan menyihir seorang laki-laki untuk membunuh saudara kandungnya. Dia akan menciptakan permusuhan kemenakan laki-laki atas pamannya. Sebelum sang nabi datang, para tuan itu tahu bahwa sang nabi mengharamkan bunga uang, anti tuak dan menekan orang untuk membenci daging babi. Padahal perdagangan utama mereka babi dan arak.
Apabila Rasulullah saw berusaha bicara, mereka melemparinya dengan batu yang tajam. Darah segar mengucur deras di sekujur tubuhnya dan anak angkatnya, Zaid ibn Haritsah ra. Dua kali lemparan batu itu terjadi. Thaif tak membiarkan Rasulullah saw dan Zaid ibn Haritsah ra sejenak pun untuk bersandar di temboknya. Rasulullah saw dan anak angkatnya harus berjalan kembali. Berjalan terseok. Di kebun milik Utbah dan Syaibah, dia berdoa,
"Ya Allah, kepada siapa aku Engkau serahkan? Apakah kepada orang jauh yang membenciku atau kepada musuh yang menguasai diriku? Tetapi asal Engkau tidak murka padaku, aku tidak peduli semua itu."
Penduduk Makkah dan Thaif mendustakan ajarannya. Padahal mereka yang menjulukinya al-Amin, yang terpercaya. Mereka biasa menitipkan barang berharganya pada al-Amin. Bahkan ketika Ka'bah mengalami pemugaran dan semua suku besar saling berselisih dan hampir bunuh-bunuhan, mendebatkan siapa yang berhak meletakkan batu hitam di tempat semula? Mereka sepakat siapa yang pertama kali muncul di pintu masuk Ka'bah, di sela perselisihan, dialah yang berhak meletakkan batu hitam ke tempatnya. Tidak lama, al-Amin muncul. Mereka bersorak gembira. Pertikaian menemukan solusinya di tangan al-Amin. Dia tak hanya terpercaya, namun juga bijaksana. Diletakkannya batu hitam pada sorbannya. Lalu pemuka suku disuruhnya memegang ujung-ujung sorban dan diajaknya bersama-sama meletakkan batu hitam. Semua puas. Semua senang dengan keputusannya.
Namun kini syahwat dan hawa nafsu menjadikan indah akan hasrat ragawi dan maknawi yang menyegerakan untuk dipuaskan. Mereka para pembesar itu takut jatuh miskin. Mereka khawatir kekuasaannya tergeser. Mereka enggan bercerai dengan tuak dan perempuan-perempuan. Sedangkan ajaran Muhammad ibn Abdullah menjauhkan dari itu semua. Mereka disuruh menjauhi tuhan tuhan sesembahannya yang mendatangkan keuntungan materi sedemikian rupa. Mereka wajib membagi harta kekayaan pada orang-orang lemah. Mereka diminta membuat jarak pada kesenangan dunia dan bersikap sahaja. Seperti orang miskin. Sebagaimana doa Rasulullah saw agar diwafatkan sebagai orang miskin (tidak membawa serta dunia). Mereka tidak menentang satu Tuhan tapi pertentangan mereka ada pada amaran pelurusan di balik sikap bengkok mereka. Alih-alih siap keluar zona nyaman demi kebenaran, mereka siap perang demi hasrat kelanggengan kekuasaan dan kesenangan.
Episode dakwah Madinah tak kalah bengisnya. Rasulullah saw mempertaruhkan nyawa dan kehormatannya berkali-kali. Pada perang Badar sughra dan kubra, perang Uhud, perang Khaibar dan perang-perang lainnya. Aku suka pada buku Tuan Syarqawi ini. Aku menangkap kesan bahwa Rasulullah saw adalah manusia yang tersabar di muka bumi. Namun dia juga bisa menempatkan kemarahannya tepat pada tempatnya. Dialah sebenar-benarnya raja. Meski menolak mahkota dan segala kemewahannya. Dia bisa keras melebihi batu saat berperang melawan hasrat musuh berupa syahwat dan hawa nafsu yang tak dapat lagi dikendalikan. Namun dia mampu lemah lembut melebihi halusnya air ketika menghadapi orang-orang munafik Madinah, musuh-musuhnya, pengikutnya yang hatinya masih dipenuhi kecintaan terhadap dunia, serta istri-istrinya yang sempat rewel. Aku suka buku ini. Sebab di sini Muhammad ibn Abdullah dipotret sebagai manusia biasa yang mengemban amanah besar.
Di halaman 181 kita disuguhkan percakapan betapa nabi itu orang yang sangat rendah hati. Mengakui kelemahannya. Dia tidak mengklaim dirinya paling tahu segalanya.
"Ini merupakan pendapatku, strategi perang dan taktikku belaka," adalah jawaban Rasulullah saw saat ditanya Habbab ibn Mundzir ra apakah penempatan pasukan dan taktiknya atas petunjuk Allah swt atau strategi perangnya saja. Habbab ra mengusulkan strategi perang yang berbeda dan akhirnya membawa kemenangan pasukan muslim pada perang badar sughra. Membacanya aku masygul sekali. Bisa-bisanya muslim setelahnya dan muslim jaman now meradikalisasi pemahaman agama dirinya, keluarganya dan orang lain menuju pemahaman tunggal dan menafikan eksistensi lain, entah itu dogma atau doktrin agama? Bisa-bisanya mereka memusnahkan eksistensi lain di luar pemahamannya, entah muslim dan non muslim. Mereka mudah sekali horny pada pemahaman di luar mereka. Aku sedih. Kiranya ada pencerahan bagi saudara muslimku. Kiranya mereka kembali pada filsafat dan tasawuf, dua basis pemahaman agama yang menekankan kearifan dan kebijaksanaan. Agama cinta bukan cinta agama.
Tentu Allah swt Yang Memberikan pertolongan pada sang nabi atas kemenangan perang atas musuh-musuhnya dan kelunakan hati para sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa dan raganya. Muhammad ibn Abdullah merubah niat berperang di dada para sahabatnya. Arab terkenal dengan kesukuannya dan disintegrasinya. Ketika berperang mereka membawa seluruh kekayaannya, istri-istrinya, anak-anaknya, dan hewan ternaknya. Mereka jadikan semua itu penyemangat. Menyandarkan spirit memenangkan perang demi mempertahankan semua itu. Namun sang nabi mampu membangkitkan semangat jihad di dada para pengikutnya, perang karena Allah swt. Ketika mereka syahid, maka pahala dan kecintaan di SisiNya menanti mereka. Tidak hanya itu. Surga yang airnya mengalir dan menenangkan, tuak yang tidak memabukkan, dan bidadari semok melambai. Indahnya narasi sang nabi untuk pengikutnya yang kepanasan dan di tengah kerasnya kehidupan di lautan padang pasir. Mereka mengimani sabdanya. Demi memperjuangkan persamaan, keadilan, kesejahteraan bersama yang dikangkangi oleh syahwat dan hawa nafsu. Dia menekankan dan menauladankan kesahajaan dalam memandang dunia.
Hingga istri-istrinya yang berusia muda sempat berkonflik satu sama lain dan atau mereka semua berpadu menentang dan mendemonya demi hasrat syahwat kecintaan pada barang mewah yang tak jua dipenuhinya. Atau kecemburuan satu sama lain yang menderu-deru. Di buku ini konfliknya manusiawi dan serius. Dia menawarkan talaq pada mereka. Mereka bergeming. Bersiasat memperjuangkan kemauan mereka. Lalu bertaubat kembali pada genggaman Allah swt dan rasulNya.
Ancaman musuh amat nyata terhadap Rasulullah saw. Musuh dalam selimut maupun musuh yang secara terang-terangan menyatakan perang. Belum lagi dia harus mensabari sebagian besar pengikutnya yang masih menyenangi harta rampasan perang dan sesaat melupakan briefingnya untuk tamak menggemukkan hasrat syahwat dan hawa nafsu mereka. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Berkat buku ini aku senang mengetahui bahwa berkali-kali dia menegaskan diri bahwa dirinya manusia biasa seperti kebanyakan manusia lainnya. Dulu aku takut menyetujui pendapat kematian Rasulullah saw sebab racun yang ditaruh dalam daging oleh perempuan Yahudi. Saat itu aku khawatir dicap menyepelekan kenabian Rasulullah saw. Namun aku justru memahami dari pengakuannya di buku ini, bahwa justru dialah manusia yang paling manusia. Dia menikah (dan beristri banyak, wkwkwkw). Dia makan dan minum. Dia tidak mengetahui seluk beluk ghaib kecuali atas petunjuk Allah swt dan pasti pengetahuan hal gaib itu berkaitan dengan tegaknya risalah kenabiannya. Dia memahami seluk beluk lintasan pikiran manusia. Dia perasa. Sedih melihat orang menderita. Ia ingin manusia merdeka. Dari perbudakan, dari kolonialisme. Tegas kepada hasrat syahwat dan hawa nafsu yang tidak mampu dikendalikan oleh musuh-musuhnya, oleh sebagian para sahabatnya, oleh istri-istrinya dan anaknya.
Manusia mulia itu kini jasadnya telah tiada. Namun aku meyakini dengan sepenuh hati, ruhnya, jiwanya abadi. Umar ibn Khattab ra paling terguncang kesehatan jiwanya saat mendengar kabar kematian Rasulullah saw. Hingga dia mengacungkan pedang, akan melibas leher siapapun yang mengabarkan kematian Rasulullah saw. Abu Bakar menenangkannya dengan membacakan ayat,
"Siapa yang menyembah Rasulullah saw, hari ini dia mati. Apakah ketika dia telah tiada, agama kalian juga ikut lenyap? Namun siapa yang menyembah Allah swt, Dia kekal dan mahahidup." Umar ibn Khattab ra melunak dan dia salah satu sahabat yang membesarkan Islam hingga ke Palestina di kemudian hari.
"Duhai kanjeng nabi... Dalam tubuh dan jiwa yang kupenuhi dengan kemarahan. Aku tetap memanggil-manggil namamu. Berharap mendapat curahan kasih sayang dan doamu agar melunak akhlakku. Terhadap Mas Aliku. Nawa dan Madaku. Kawan-kawan komunitasku. Tetangga-tetanggaku. Orang baru yang kujumpai. Amin. Allahumma Salli Wa Sallim Ala Muhammad. Sayyidina wa Maulana Muhammad."
"Duhai Allah swt. Rabbku. Penolongku. Ya Hayyu ya Qayyum. Dengan rahmatMu aku memohon pertolongan. Mohon jangan biarkan aku sendirian. Mohon jangan serahkan jiwaku pada syahwat dan hawa nafsuku sendiri. Sedetikpun, ya Rabb. Mohon bantuan untuk memperbaiki akal budi dan jiwaku. Amin."
Episode dakwah Madinah tak kalah bengisnya. Rasulullah saw mempertaruhkan nyawa dan kehormatannya berkali-kali. Pada perang Badar sughra dan kubra, perang Uhud, perang Khaibar dan perang-perang lainnya. Aku suka pada buku Tuan Syarqawi ini. Aku menangkap kesan bahwa Rasulullah saw adalah manusia yang tersabar di muka bumi. Namun dia juga bisa menempatkan kemarahannya tepat pada tempatnya. Dialah sebenar-benarnya raja. Meski menolak mahkota dan segala kemewahannya. Dia bisa keras melebihi batu saat berperang melawan hasrat musuh berupa syahwat dan hawa nafsu yang tak dapat lagi dikendalikan. Namun dia mampu lemah lembut melebihi halusnya air ketika menghadapi orang-orang munafik Madinah, musuh-musuhnya, pengikutnya yang hatinya masih dipenuhi kecintaan terhadap dunia, serta istri-istrinya yang sempat rewel. Aku suka buku ini. Sebab di sini Muhammad ibn Abdullah dipotret sebagai manusia biasa yang mengemban amanah besar.
Di halaman 181 kita disuguhkan percakapan betapa nabi itu orang yang sangat rendah hati. Mengakui kelemahannya. Dia tidak mengklaim dirinya paling tahu segalanya.
"Ini merupakan pendapatku, strategi perang dan taktikku belaka," adalah jawaban Rasulullah saw saat ditanya Habbab ibn Mundzir ra apakah penempatan pasukan dan taktiknya atas petunjuk Allah swt atau strategi perangnya saja. Habbab ra mengusulkan strategi perang yang berbeda dan akhirnya membawa kemenangan pasukan muslim pada perang badar sughra. Membacanya aku masygul sekali. Bisa-bisanya muslim setelahnya dan muslim jaman now meradikalisasi pemahaman agama dirinya, keluarganya dan orang lain menuju pemahaman tunggal dan menafikan eksistensi lain, entah itu dogma atau doktrin agama? Bisa-bisanya mereka memusnahkan eksistensi lain di luar pemahamannya, entah muslim dan non muslim. Mereka mudah sekali horny pada pemahaman di luar mereka. Aku sedih. Kiranya ada pencerahan bagi saudara muslimku. Kiranya mereka kembali pada filsafat dan tasawuf, dua basis pemahaman agama yang menekankan kearifan dan kebijaksanaan. Agama cinta bukan cinta agama.
Tentu Allah swt Yang Memberikan pertolongan pada sang nabi atas kemenangan perang atas musuh-musuhnya dan kelunakan hati para sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa dan raganya. Muhammad ibn Abdullah merubah niat berperang di dada para sahabatnya. Arab terkenal dengan kesukuannya dan disintegrasinya. Ketika berperang mereka membawa seluruh kekayaannya, istri-istrinya, anak-anaknya, dan hewan ternaknya. Mereka jadikan semua itu penyemangat. Menyandarkan spirit memenangkan perang demi mempertahankan semua itu. Namun sang nabi mampu membangkitkan semangat jihad di dada para pengikutnya, perang karena Allah swt. Ketika mereka syahid, maka pahala dan kecintaan di SisiNya menanti mereka. Tidak hanya itu. Surga yang airnya mengalir dan menenangkan, tuak yang tidak memabukkan, dan bidadari semok melambai. Indahnya narasi sang nabi untuk pengikutnya yang kepanasan dan di tengah kerasnya kehidupan di lautan padang pasir. Mereka mengimani sabdanya. Demi memperjuangkan persamaan, keadilan, kesejahteraan bersama yang dikangkangi oleh syahwat dan hawa nafsu. Dia menekankan dan menauladankan kesahajaan dalam memandang dunia.
Hingga istri-istrinya yang berusia muda sempat berkonflik satu sama lain dan atau mereka semua berpadu menentang dan mendemonya demi hasrat syahwat kecintaan pada barang mewah yang tak jua dipenuhinya. Atau kecemburuan satu sama lain yang menderu-deru. Di buku ini konfliknya manusiawi dan serius. Dia menawarkan talaq pada mereka. Mereka bergeming. Bersiasat memperjuangkan kemauan mereka. Lalu bertaubat kembali pada genggaman Allah swt dan rasulNya.
Ancaman musuh amat nyata terhadap Rasulullah saw. Musuh dalam selimut maupun musuh yang secara terang-terangan menyatakan perang. Belum lagi dia harus mensabari sebagian besar pengikutnya yang masih menyenangi harta rampasan perang dan sesaat melupakan briefingnya untuk tamak menggemukkan hasrat syahwat dan hawa nafsu mereka. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Berkat buku ini aku senang mengetahui bahwa berkali-kali dia menegaskan diri bahwa dirinya manusia biasa seperti kebanyakan manusia lainnya. Dulu aku takut menyetujui pendapat kematian Rasulullah saw sebab racun yang ditaruh dalam daging oleh perempuan Yahudi. Saat itu aku khawatir dicap menyepelekan kenabian Rasulullah saw. Namun aku justru memahami dari pengakuannya di buku ini, bahwa justru dialah manusia yang paling manusia. Dia menikah (dan beristri banyak, wkwkwkw). Dia makan dan minum. Dia tidak mengetahui seluk beluk ghaib kecuali atas petunjuk Allah swt dan pasti pengetahuan hal gaib itu berkaitan dengan tegaknya risalah kenabiannya. Dia memahami seluk beluk lintasan pikiran manusia. Dia perasa. Sedih melihat orang menderita. Ia ingin manusia merdeka. Dari perbudakan, dari kolonialisme. Tegas kepada hasrat syahwat dan hawa nafsu yang tidak mampu dikendalikan oleh musuh-musuhnya, oleh sebagian para sahabatnya, oleh istri-istrinya dan anaknya.
Manusia mulia itu kini jasadnya telah tiada. Namun aku meyakini dengan sepenuh hati, ruhnya, jiwanya abadi. Umar ibn Khattab ra paling terguncang kesehatan jiwanya saat mendengar kabar kematian Rasulullah saw. Hingga dia mengacungkan pedang, akan melibas leher siapapun yang mengabarkan kematian Rasulullah saw. Abu Bakar menenangkannya dengan membacakan ayat,
"Siapa yang menyembah Rasulullah saw, hari ini dia mati. Apakah ketika dia telah tiada, agama kalian juga ikut lenyap? Namun siapa yang menyembah Allah swt, Dia kekal dan mahahidup." Umar ibn Khattab ra melunak dan dia salah satu sahabat yang membesarkan Islam hingga ke Palestina di kemudian hari.
"Duhai kanjeng nabi... Dalam tubuh dan jiwa yang kupenuhi dengan kemarahan. Aku tetap memanggil-manggil namamu. Berharap mendapat curahan kasih sayang dan doamu agar melunak akhlakku. Terhadap Mas Aliku. Nawa dan Madaku. Kawan-kawan komunitasku. Tetangga-tetanggaku. Orang baru yang kujumpai. Amin. Allahumma Salli Wa Sallim Ala Muhammad. Sayyidina wa Maulana Muhammad."
"Duhai Allah swt. Rabbku. Penolongku. Ya Hayyu ya Qayyum. Dengan rahmatMu aku memohon pertolongan. Mohon jangan biarkan aku sendirian. Mohon jangan serahkan jiwaku pada syahwat dan hawa nafsuku sendiri. Sedetikpun, ya Rabb. Mohon bantuan untuk memperbaiki akal budi dan jiwaku. Amin."
Komentar
Posting Komentar